TUJUAN DAN MANFAAT MARCHING BAND DALAM SEKOLAH
Marching band, bila ditilik dari citra sejarah serta filosofisasi yang mengelilinginya, bisa dikategorikan sebagai primadonanya ekstrakurikuler sekolah. Bagaimana tidak, beberapa literasi mutakhir yang telah mengeksplorasi dunia marching band dari multi perspektif, secara naratif mayoritas berbicara positif tentang puspa-ragam seluk-beluk serta pengaruh sugestif yang ditimbulkannya bagi pemberbudayaan karakter maupun sikap mental siswa. Menjadikan siswa lebih berbudaya dan cerdas.
Pembelajaran intra kurikuler banyak disinyalir pakar pedagogis melatih otak sebelah kiri sedang ekstra kurikuler mengasah belahan otak kanan, jadilah ia neraca keseimbangan. Keseimbangan secara psikologis berefek menentramkan jiwa.
Goldman (dalam Erman, 2004) kian melengkapi testimonial di atas, selanjutnya ia mengatakan bahwa, kecerdasan individu terbagi ke dalam kecerdasan intelektual (IQ) pada otak kiri dan kecerdasan emosional (EQ) pada otak kanan yang saling mempengarahui, di mana IQ berkontribusi untuk sukses hanya sekitar 20% sedangkan EQ bisa mencapai 40%. Dengan demikian kompetensi siswa menjadi terlatih dan mendapatkan posisi serta porsi yang semestinya diperoleh yakni, mengekspresikan kompetensinya pada pelajaran ekstra kurikuler, utamanya marching band. Artinya pula, antara pelaku lapangan (baca: pelatih drum/marching band) dengan pernyataan Goldman ini memiliki tingkat kohesifitas yang tinggi dan terbukti korelatif, dan agaknya pula telah cukup memberikan kerangka pijak yang kuat bagi pemahaman dan pencerahan kita semua, mengapa perhatian yang lebih serius lagi sekaligus pembinaan ekstra kurikuler marching band yang dilakukan secara lebih profesional lagi dalam hal koordinasi dan manajerialnya di setiap institusi pendidikan atau sekolah-sekolah semakin ditingkatkan kualitasnya. Sehingga keberadaan maupun peran marching band tak lagi dianggap matra ajar ‘sampingan’. Lebih dari itu, secara pedagogis pemikiran Goldman di atas kian meyakinkan para stake holder terkait bahwa, waktu yang tepat untuk mengangkat ekstra kurikuler marching band ke posisi dan porsi terhormat di sekolah-sekolah, memang telah tiba!
Tinggal political will dari para pengambil kebijakan terkait yang mesti tanggap, apalagi kini drum band telah resmi masuk dalam salah satu cabang olah raga yang dipertandingkan dalam PON (Pekan Olah Raga Nasional) XVIII tahun 2012 di Riau dengan tanpa eksibisi! Artinya, penghargaan dan penghormatan terhadap eksistensi dan kontribusi drum band dalam kancah olah raga tingkat nasional benar-benar diperhitungkan. Tentu hal ini mengisyaratkan kepada pihak-pihak terkait yang berkompeten dalam masalah ini, dituntut untuk lebih serius dan lebih profesional lagi menata segala macam tingkat urusan yang berkaitan secara langsung maupun tidak dengan kemajuan serta peningkatan kegiatan serupa, utamanya di sekolah-sekolah yang memiliki ekstra kurikuler marching band. Karena institusi seperti sekolah inilah tempat persemaian terbaik, cikal-bakal terpilih bagi lahirnya marcher-marcher tangguh yang berbudi-pekerti, berprestasi dan berpendidikan tinggi.
Maka sudah semestinya, para pemerhati pendidikan, pengambil kebijakan serta pihak yang berkompeten dalam masalah ini, kian menyadari bahwa, kecerdasan rasional yang telah dicapai seseorang tak akan pernah ada artinya tanpa dibarengi dengan kecerdasan intuitifnya. Salah satu media melatih kecerdasan intuitif yang telah teruji adalah fungsionalisasi dan optimalisasi kegiatan ekstra kurikuler marching band secara pedagogis. Kian terbaca jelas bahwa, moment berharga dan strategis ini hanya dimiliki oleh institusi sekolah.
Metodologi pendidikan di sekolah menurut De Porter (1992) sangat tepat dalam menjembatani kepentingan pedagogis semacam ini, karena belajar merujuk pada aktivitas siswa, sedang aktivitas individu dapat dipengaruhi oleh kondisi emosional. Maka telah sepantasnya jika diciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dalam keadaan nyaman dan menyenangkan, yang hal ini merupakan tugas seorang guru sebagai pendidik.
Menurut De Porter selanjutnya, dengan suasana yang kondusif inilah maka lahirlah motivasi dan kreativitas. Kondisi seperti ini merupakan suatu cikal-bakal aktivitas dalam belajar. Kenyataan mana telah sesuai dengan prinsip pakem, yakni pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangkan. Di dalam kegiatan ekstra kurikuler marching band, ketiga modal prinsipil tersebut telah menemukan jawabannya yakni, mengandung unsur pendidikan seni musik, olah raga yang kreatif karena mengkombinasikan sisi kebugaran jasmani dan musikalitas serta, hiburan yang menyenangkan, karena berpadu-padannya artistikal gaya dan model pakaian personelnya yang bagai fashion show dengan ditingkahi blocking baris-berbaris nan dramatis, rapi dan menawan serta, dinamisasi aransemen musiknya yang terdengar merdu-harmonis di telinga.
Beberapa pecinta dan pemerhati marching band sepakat, magnet tipikal inilah yang membuat ekstra kurikuler marching band memiliki daya pikat tersendiri, yakni memadukan edukasi dan rekreasi dalam satu cipta kreasi. Kemampuan yang dimiliki oleh para personel marching band tersebut tentu telah sebanding dengan ketekunan dan kedisiplinannya dalam berlatih, disamping adanya motivasi dalam pribadi yang luar biasa kuat untuk maju, berkembang dan berprestasi.
-------&&&-------